Kasus Pelanggaran UU Nomor 3 Tahun 2014
Nama : Dewi Arya Arifin
NPM : 31416897
Kelas : 2ID06
Kelas : 2ID06
KASUS PELANGGARAN UU PERINDUSTRIAN
KabarIndonesia-Penemuan cairan yang diduga
kuat Merkuri di areal bekas kegiatan Exxonmobil Oil (Exxon) di Desa Hueng
Kecamatan Tanah Luas kabupaten Aceh Utara beberapa waktu lalu telah memunculkan
pertanyaan bagaimana perusahaan raksasa tersebut mengelola limbah terutama
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Merkuri merupakan produk samping yang
dihasilkan dalam proses pemurnian gas alam dan tentu saja jumlahnya sudah
puluhan ton sejak proses pengolahan gas berlangsung.
Selain
itu juga patut dipertanyakan kebijakan Exxon dalam penggunaan bahan berbahaya
Merkuri dalam aktivitasnya baik yang terkait langsung dengan pengolahan gas
maupun yang tidak terkait langsung seperti rumah sakit, perbengkelan,
laboratorium dan sebagainya.
Hasil
pengamatan yang dilakukan Walhi Aceh menunjukkan bahwa Exxon belum melaksanakan
pengelolaan lingkungan dengan benar. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya
cairan berbahaya Merkuri dengan mudahnya oleh penduduk.
Walhi
Aceh telah melakukan kunjungan ke lapangan pada lokasi penemuan cairan yang
diduga kuat Merkuri. Areal tersebut adalah bekas komplek aktivitas Exxon
yang luas keseluruhannya mencapai 4,2 ha yang merupakan bekas lokasi
maintenance. Pada areal tersebut terdapat rumah sakit, perbengkelan dan
bangunan-bangunan lain yang kini semua bangunan tersebut sudah diruntuhkan
sebelum diserahterimakan kepada pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Pemerintah
setempat ketika menerima lahan tidak melakukan pengecekan menyeluruh kondisi
komplek tersebut. Hal ini sangat salah dimana seharusnya penerima asset
memeriksa kondisi asset.
Tim
Walhi Aceh yang turun ke lapangan bersama LSM BITRA, SAHARA dan LIMID mendapat
informasi yang dihimpun oleh Tim Walhi Aceh, penemu cairan pertama kali ada
seorang warga setempat pada bulan Juli 2010. Cairan tersebut ditemukan dalam
kemasan dan menggenang di atas tanah. Tampilannya yang unik yaitu berwarna
kuning keemasan dan mengambang membentuk semacam butiran menarik perhatian
penduduk lainnya. Kemudian penduduk diberitahu oleh staff lapangan Exxon bahwa
cairan tersebut adalah Merkuri dan berbahaya. Penduduk secara sederhana mencoba
mengujinya dengan memasukan sendok ke dalam cairan dan tak berapa lama kemudian
sendok tersebut patah. Pihak berkompeten segera turun tangan, mengambil sampel
untuk memeriksa lebih lanjut di laboratorium kepastian unsur dalam cairan
tersebut.
Kini
lokasi penemuan cairan Merkuri seluas 2 x 2 meter telah dipagari dengan police line
agar penduduk tidak mendekat dan mengambil cairan sisa yang kini tinggal
sedikit. Walau terlambat namun pemagaran ini merupakan tindakan yang tepat
untuk menghindari pencemaran lebih melebar ke kawasan lain. Diperkirakan lebih
kurang 100 orang anak-anak telah bersentuhan dengan cairan yang diduga keras
Merkuri tersebut.
Walhi
Aceh berdasarkan temuan tersebut dan kajian terhadap literatur yang ada meminta
Exxon harus mengungkapkan titik-titik dimana saja selama ini mereka menyimpan
Merkuri hasil produk samping pemurnian gas dan sudah berapa banyak jumlah
Merkuri yang terkumpul sejak pengolahan gas alam tersebut beroperasi.
ExxonMobil
Oil harus mengungkapkan penggunaan Merkuri yang dilakukan dalam lingkungan
mereka (perbengkelan, RS atau laboratorium).
Pertanyaan
besarnya adalah siapa pihak yang mengelola limbah B3 Exxon selama ini? Karena
sesuai dengan Peraturan Menteri LH no 18 tahun 2009, pihak penghasil limbah tidak
diizinkan mengelola limbah.
ExxonMobil
Oil bertanggung jawab atas pencemaran Merkuri di Tanah Luas dengan memulihkan
kawasan tersebut. Kepada Pemerintah Aceh Utara harus mengisolasi tempat-tempat
yang telah tercemar dan melarang penduduk melakukan aktivitas di lokasi
tersebut. Sedangkan di masa mendatang, pemerintah harus melakukan pemeriksaan atas
setiap serah terima asset.
Walhi
Aceh menganggap tuntutan yang disampaikan di atas sangat penting dalam rangka
mencegah kerusakan lingkungan dan manusia lebih lanjut. Jangan sampai hasil
bumi Aceh yang dikeruk puluhan tahun dan tidak memberikan kesejahteraan pada
penduduk setempat malah ketika berakhir melahirkan penderitaan berkepanjangan.
Warga
setempat menyampaikan bahwa air sumur warga tidak bisa dikonsumsi sejak Mobil
Oil dan Exxon melakukan pengeboran gas dan minyak bumi kawasan tersebut. Contoh
sumur bor yang dibuat oleh Exxon dengan kedalaman 4 meter masih terdapat hingga
kini dan masih mengeluarkan bau gas.
Keluhan
lain yang disampaikan oleh masyarakat adalah banjir selalu menghantui
masyarakat bila musim hujan datang. Ini disebabkan oleh pembangunan jalan yang
lebih tinggi dari pemukiman penduduk sehingga menghambat air mengalir dari satu
sisi ke sisi lain.
PELANGGARAN UU NOMOR 3 TAHUN 2014 :
1. Pasal
1 ayat 3 yang berbunyi “ Industri
Hijau adalah Industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya
efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya
secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan
Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat.”. Exxonmobil Oil melanggar pasal
tersebut karena telah mencemari lingkungan dengan penggunaan bahan berbahaya
yakni merkuri.
2. Pasal 30
ayat 2 yang berbunyi ”Pemanfaatan
sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh: (a) Perusahaan Industri pada tahap
perancangan produk, perancangan proses produksi, tahap produksi, optimalisasi sisa produk, dan pengelolaan
limbah; dan (b) Perusahaan Kawasan Industri pada tahap perancangan,
pembangunan, dan pengelolaan Kawasan Industri, termasuk pengelolaan
limbah. Exxonmobil Oil melanggar pasal tersebut karena tidak mengelola limbah yang
mengandung bahan berbahaya sehingga mencemari lingkungan.
Komentar
Posting Komentar